Kabut

Tak lama ini ada banyak jalan yang harus aku coba telusuri. Sedikit belok ke kanan lalu terperosok. Mencoba kembali ke jalan utama, namun tak setengahnya harus belok kembali ke kiri dan terjerumus.

Banyak jalan yang harus aku lalui, banyak cerita pula yang mengiringi. Tak sedikit ucapan, makian hingga tangisan yang menyertai ceritaku.

Tak selesai.

Aku harap demikian. Tapi di depan masih banyak jalan, aku rasa aku tidak boleh lagi lihat kebelakang. Tapi hati ku masih gamang melihat kedepan, ada begitu banyak ketakutan ku. Hati ku mulai gelap. Kegelapan ini menari. Meriak riak seolah olah tertawa akan ketidak bisaan ku ini.

Tuhan.

Seandainya engkau ada. Apa engkau tak begitu payah untuk memberiku sebuah cahaya. Setitik cahaya menuju kebaikan, kebenaran, ketenangan.

Pondok ini tak begitu kuat, tak begitu teduh. Rasanya istirahat pun tak begitu cukup . Di titik ini perjalanan ku semakin tak berujung , tak beralasan kuat untuk terus maju.

Ku tarik nafasku dalam, ku hembuskan kuat kuat. Sakit kepalaku tak kunjung hilang. Tapi, apa lagi yang bisa aku lakukan?

Ku telusuri setapak demi setapak. Ku naiki kembali bebatuan yang menjulang tinggi nya. Sejujurnya, aku tak begitu yakin . Tapi , setidaknya aku tahu masih ada banyak kabut di depan yang belum sempat aku pecahkan.

Related posts:

Quotes that inspire me, a Medium series by Jishnu K O

Do you dream in color? I do! In fact, my dream-time is so vivid, I have trouble deciphering if it was truly a dream or reality. I record my dreams in a dream journal. Most mornings, I can recall and…

Let me tell you a tale, of belief, spirit, and dreams that happened in the Beautiful game, called Football. It was a cool winter Thursday night on the 23rd of November when South Korea began their…